Pages

UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI PASAL 43 DAN 44 AYAT 1

Kamis, 07 Mei 2015 0 komentar
Pada kesempatan ini saya akan membahas mengenai pasal 43 dan44 ayat 1 dalam perundang-undangan yang membahas mengenai telekomunikasi, pertama-tama akan saya jabarkan dahulu ketentuan umum dari undang-undang teekomunikasi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI
Menimbang
:
a.bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa;
c.bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi;
d.bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandarig terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional;
ebahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai Iagi, sehingga perlu diganti.

BAB IV
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesebelas
Pengamanan Telekomunikasi
Pasal 43
Pemberian rekaman informasi oleh penyelenggara jasa te!ekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), tidak merupakan pelanggaran Pasal 40.

BAB V
PENYIDIKAN
Pasal 44
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

contoh kasus:
PELANGGARAN PENYADAPAN AUSTRALIA
Menanggapi sejumlah pemberitaan hari ini terkait dengan beberapa kali tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat pemerintah Indonesia, bersama ini disampaikan sikap dan pandangan Kementerian Kominfo sebagai berikut:

1. Kementerian Kominfo searah dengan penyataan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam jumpa persnya pada tanggal 18 November 2013 sangat menyesalkan tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia.

2. Untuk langkah selanjutnya, Kementerian Kominfo akan menunggu langkah-langkah berikutnya dari Kementerian Luar Negeri mengingat penanganan masalah tersebut “leading sector”-nya adalah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

3. Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang ditunjukkan oleh Kementerian Kominfo ini selain berdasarkan aspek hubungan diplomatik, juga karena mengacu pada aspek hukum, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

4. Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Demikian pula Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan / atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.

5. Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan tujuan tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1), bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula kemungkinan penyadapan yang dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejasaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang dilakukan berdasarkan undang-undang.

6. Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,-

7. Memang benar, bahwa misi diplomatik asing dimungkinkan untuk memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, seperti disebutkan pada Pasal 16, yang menyebutkan, bahwa pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban tertentu kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Namun demikian, masih di UU tersebut, pada Pasal 17 disebutkan ayat (1) bahwa berdasarkan pertimbangan tertentu, Pemerintah Republik Indonesia dapat memberikan 
pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam Pasal 
16 dan ayat (2) pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasar pada 
peraturan perundang-undangan nasional. Penjelasan Pasal 17 tersebut di antaranya disebutkan, bahwa pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam Pasal 16 hanya dapat diberikan oleh pemerintah atas dasar kasus demi kasus, demi kepentingan nasional, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional. Dengan demikian, pemberian imunitas tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan pelanggaran penyadapan oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah dibuktikan, maka imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku, dalam hal ini UU Telekomunikasi dan UU ITE.

8. Kementerian Kominfo sejauh ini berpandangan, bahwa kegiatan penyadapan tersebut belum terbukti dilakukan atas kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Namun jika kemudian terbukti, maka penyeleggara telekomunikasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur daam UU Tekomunikasi dan UU ITE.

9. Bahwasanya kegiatan penyadapan oleh Australia tersebut sangat mengusik kedaulatan dan nasionalisme Indonesia adalah benar. Namun demikian Kementerian Kominfo melalui siaran pers ini menghimbau agar kepada para hacker untuk tidak melakukan serangan balik kepada pihak Australia. Hal itu selain dapat berpotensi memperburuk situasi, tetapi juga justru berpotensi melanggar UU ITE.

10. Juga perlu diingatkan kepada publik, bahwa apapun perakitan, perdagangan dan atau penggunaan perangkat sadap yang diperdagangkan secara bebas adalah suatu bentuk pelanggaran hokum, karena bertentangan dengan UU Telekomunikasi. Kementerian Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal 31 UU ITE. Demikian pula anti sadap pun juga illegal, karena Kementerian Kominfo tidak pernah mengeluarkan sertidikat untuk perangkat (baik hard ware maupun software) anti sadap.

sumber: http://www.postel.go.id/berita-pelanggaran-penyadapan-australia-dari-aspek-uu-telekomunikasi-dan-uu-ite-26-2080
Baca selengkapnya »